Informasi mengenai dinamika populasi
burung air di Rancabayawak diperoleh dengan wawancara dengan penduduk di
sekitar lokasi pengamatan pada tanggal 11 Maret 2009. Terdapat 2 orang informan yang dianggap cukup kompeten dan bersedia memberikan
informasi mengenai keberadaan burung air di lokasi pengamatan.
Pak Kandi dan pak Uju adalah warga
kampung Rancabayawak yang sudah lama tinggal di sana. Menurut beliau dahulu di
sini terdapat sangat banyak jenis maupun jumlah burung air, diantaranya adalah kuntul
(Bubulcus ibis), blekok (Ardeola speciosa), ayam-ayaman,
kokondangan (Ixobrychus cinnamomeus), waliwis (Dendrocygna
javanica) dan kowak (Nycticorax nycticorax). Luasnya areal
pesawahan menjadi tempat yang cocok untuk mencari makan burung-burung ini.
Burung-burung air di sini jumlahnya
dapat berlimpah saat musim panen atau saat sawah sedang di bajak, kira-kira
sekitar bulan April. Menurut informasi pak Kandi burung-burung air terutama
kuntul dan blekok sering terlihat menghampiri kerbau-kerbau yang sedang
membajak sawah. Saat musim kerbau membajak sawah semua makanan burung air
seperti katak, belut dan lintah bermunculan karena sawah sedang tergenang air.
Tidak adanya padi membuat burung air lebih leluasa menangkap mangsanya di sawah.
Saat ini burung air yang lebih mudah
dijumpai adalah jenis kuntul kerbau dan blekok sawah. Kedua jenis burung ini
bersarang di rumpun-rumpun bambu yang dimiliki oleh seorang sesepuh di
Rancabayawak, menurut keterangan pak Kandi sesepuh itu lebih dikenal dengan pak
haji. Pak haji inilah orang yang menjaga keberadaan kedua jenis burung air
tersebut meskipun terkadang ada saja pendapat warga yang negatif mengenai
keberadaan burung ini. Umumnya warga mengeluh karena bau amis yang ditimbulkan
oleh kotoran burung ini dan bangkai-bangkai ikan bekas makanan burung ini serta
ketakutan warga apabila hal tersebut menimbulkan penyakit.
Lain halnya dengan pak Kandi, beliau
memiliki pendapat lain, disamping menimbulkan bau yang menyengat ternyata
keberadaan burung air ini memiliki peranan yang penting khususnya bagi petani.
Burung ini berguna sebagai pembasmi hama alami. Hama-hama yang merusak padi
seperti keong mas merupakan makanan burung ini. Petani dapat menekan
pengeluarannya untuk membeli pestisida.
Populasi burung air di tempat ini
menurut keterangan pak Kandi menjadi semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh
adanya penangkapan yang menurut keterangan pak Kandi dilakukan oleh orang-orang
yang berasal dari Ujungberung dan burung hasil tangkapan ini dikonsumsi untuk
sendiri, tidak diperjualbelikan. Selain itu beliau juga menjelaskan dulu
sebenarnya burung-burung ini tidak menetap di rumpun-rumpun bambu milik pak
haji tetapi bersarang di tumbuhan walini yang ditanam di sepanjang
pinggir sungai yang letaknya di sebelah timur lokasi pengamatan. Sejak
dilakukan pelebaran badan sungai oleh pemerintah daerah setempat, tumbuhan walini
tersebut ditebang habis sehingga memaksa burung-burung ini untuk pindah tempat
dan mengurangi populasinya karena tidak semua dapat bertahan hidup saat mencari
tempat bersarang yang baru.
Keberadaan burung air jenis kuntul
dan blekok di Rancabayawak masih menjadi kontroversi dalam kehidupan
masyarakat sekitarnya. Pengaruh negatif yang ditimbulkan menjadi sebuah alasan yang
kuat bagi warga untuk mengusir burung ini dari habitatnya yang berdampingan
dengan tempat tinggal warga. Tetapi kita tidak dapat mengesampingkan pengaruh
positif dari keberadaan burung ini yang akan sangat menguntungkan jika kita
tahu cara memanfaatkannya.
Informan: Pak Kandi dan Pak Uju, warga Kampung Rancabayawak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar